Keris 13 Luk
Keris Bima
Dalam budaya perkerisan ada sejumlah istilah yang terdengar asing bagi
orang awam.. Pemahaman akan istilah-istilah ini akan sangat berguna
dalam proses mendalami pengetahuan mengenai keris. Istilah dalam dunia
keris, khususnya di Pulau Jawa, yang sering dipakai:
angsar, dapur, pamor, perabot, tangguh, tanjeg, dan lain sebagainya.
Di bawah ini adalah uraian singkat yang disusun secara alfabetik
mengenai istilah perkerisan. Istilah ini lazim digunakan di Pulau Jawa
dan Madura, tetapi dimengerti dan kadang kala juga digunakan di daerah
lainnya, seperti Sulawesi, Sumatra, dan bahkan di Malaysia, Singapura,
dan Brunei Darussalam.
Angsar
adalah daya kesaktian yang dipercaya oleh sebagian orang terdapat pada
sebilah keris. Daya kesaktian atau daya gaib itu tidak terlihat, tetapi
dapat dirasakan oleh orang yang percaya.
Angsar dapat berpengaruh baik atau posistif, bisa pula sebaliknya.
Pada dasarnya, semua keris ber-
angsar baik. Tetapi kadang-kadang, angsar yang baik itu belum tentu cocok bagi setiap orang. Misalnya, keris yang
angsar-nya baik untuk seorang prajurit, hampir pasti tidak cocok bila dimiliki oleh seorang pedagang. Keris yang
angsar-nya baik untuk seorang pemimpin yang punya banyak anak buah, tidak sesuai bagi pegawai berpangkat rendah.
Guna mengetahui
angsar keris, diperlukan ilmu
tanjeg. Sedangkan untuk mengetahui cocok dan tidaknya seseorang dengan angsar sebuah keris, diperlukan
ilmu tayuh.
Dapur
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau type bilah keris. Dengan menyebut nama
dapur
keris, orang yang telah paham akan langsung tahu, bentuk keris yang
seperti apa yang dimaksud. Misalnya, seseorang mengatakan: "Keris itu
ber-
dapur Tilam Upih", maka yang mendengar langsung tahu, bahwa keris yang dimaksud adalah keris lurus, bukan keris yang memakai
luk. Lain lagi kalau disebut
dapur-nya Sabuk Inten, maka itu pasti keris yang ber-
luk sebelas.
Dunia perkerisan di masyarakat suku bangsa Jawa mengenal lebih dari 145 macam
dapur keris. Namun dari jumlah itu, yang dianggap sebagai
dapur keris yang baku atau mengikuti pakem hanya sekitar 120 macam saja.
Serat Centini, salah satu sumber tertulis, yang dapat dianggap sebagai pedoman
dapur keris yang pakem memuat rincian jumlah
dapur keris sbb:
Keris lurus ada 40 macam
dapur. Keris
luk tiga ada 11 macam. Keris
luk lima ada 12 macam. Keris
luk tujuh ada 8 macam. Keris
luk sembilan ada 13 macam. Keris
luk sebelas ada 10 macam. Keris
luk tigabelas ada 11 macam. Keris
luk limabelas ada 3 macam. Keris
luk tujuhbelas ada 2 macam. Keris
luk sembilan belas, sampai
luk duapuluh sembilan masing-masing ada semacam.
Namun, menurut manuskrip
Sejarah Empu, karya Pangeran Wijil, jumlah
dapur yang dianggap pakem lebih banyak lagi. Catatan itu menunjukkan
dapur keris lurus ada 44 macam, yang
luk tiga ada 13 macam,
luk sebelas ada 10 macam,
luk tigabelas ada11 macam,
luk limabelas ada 6 macam,
luk tujuhbelas ada 2 macam,
luk sembilanbelas sampai
luk duapuluh sembilan ada dua macam, dan
luk tigapuluh lima ada semacam.
Jumlah
dapur yang dikenal sampai dengan dekade tahun 1990-an, lebih banyak lagi.
Luk
Istilah ini digunakan untuk bilah keris yang tidak lurus, tetapi berkelok atau berlekuk.
Luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Hitungannya mulai dari
luk tiga, sampai
luk tigabelas. Itu keris yang normal. Jika
luknya lebih dari 13, dianggap sebagai keris yang tidak normal, dan disebut keris
kalawijan atau
palawijan.
Jumlah
luk pada keris selalu gasal, tidak pernah genap. Selain itu, irama
luk keris dibagi menjadi tiga golongan. Pertama,
luk yang kemba atau samar. Kedua,
luk yang sedeng atau sedang. Dan ketiga,
luk yang rengkol -- yakni yang irama
luknya tegas.
Mas kawin
Dalam dunia perkerisan adalah pembayaran sejumlah uang atau barang lain,
sebagai syarat transaksi atau pemindahan hak milik atas sebilah keris,
pedang, atau tombak. Dengan kata yang sederhana, mas kawin atau mahar
adalah harga.
Istilah mas kawin atau mahar ini timbul karena dalam masyarakat
perkerisan terdapat kepercayaan bahwa isi sebilah keris harus cocok atau
jodoh dengan pemiliknya. Jika isi keris itu jodoh, si pemilik akan
mendapat keberuntungan, sedangkan kalau tidak maka kesialan yang akan
diperoleh. Dunia perkerisan juga mengenal istilah melamar, bilamana
seseorang berminat hendak membeli sebuah keris.
Mendak
adalah sebutan bagi cincin keris, yang berlaku di Pulau Jawa, Bali, dan
Madura. Di daerah lain biasanya digunakan istilah cincin keris. Mendak
hampir selalu dibuat dari bahan logam: emas, perak, kuningan, atau
tembaga. Banyak di antaranya yang dipermewah dengan intan atau berlian.
Pada zaman dulu ada juga mendak yang dibuat dari besi berpamor.
Selain sebagai hiasan kemewahan, mendak juga berfungsi sebagai pembatas
antara bagian hulu keris atau ukiran dengan bagian warangka.
Pamor
Pamor dalam dunia perkerisan memiliki 3 (tiga) macam pengertian. Yang pertama menyangkut bahan pembuatannya; misalnya:
pamor meteorit,
pamor Luwu,
pamor nikel, dan
pamor sanak. Pengertian yang kedua menyangkut soal bentuk gambaran atau pola bentuknya. Misalnya:
pamor Ngulit Semangka,
Beras Wutah,
Ri Wader,
Adeg, dan sebagainya. Ketiga, menyangkut soal teknik pembuatannya, misalnya:
pamor mlumah,
pamor miring, dan
pamor puntiran.
Pamor Kul Buntet / Batu Lapak
Selain itu, ditinjau dari niat sang empu, pola pamor yang terjadi masih
dibagi lagi menjadi dua golongan. Kalau sang empu membuat pamor keris
tanpa merekayasa polanya, maka pola pamor yang terjadi disebut pamor
tiban.
Orang akan menganggap bentuk pola pamor itu terjadi karena anugerah
Tuhan. Sebaliknya, jika sang empu lebih dulu membuat rekayasa pla
pamornya, disebut pamor
rekan [rékan berasal dari kata réka = rekayasa]. Contoh pamor
tiban, misalnya: Beras wutah, Ngulit Semangka, Pulo Tirta. Contoh pamor
rekan, misalnya:
Udan Mas,
Ron Genduru,
Blarak Sinered, dan
Untu Walang.
Ada lagi yang disebut pamor titipan atau pamor ceblokan, yakni pamor
yang disusulkan pembuatannya, setelah bilah keris selesai 90 persen.
Pola pamor itu disusulkan pada akhir proses pembuatan keris. Contohnya,
pamor Kul Buntet,
Batu Lapak, dll.
Pendok
berfungsi sebagai pelindung atau pelapis gandar, yaitu bagian warangka
keris yang terbuat dari kayu lunak. Namun fungsi pelindung itu kemudian
beralih menjadi sarana penampil kemewahan.
Pendok yang sederhana
biasanya terbuat dari kuningan atau tembaga, tetapi yang mewah terbuat
dari perak atau emas bertatah intan berlian.
Bentuk
pendok ada beberapa macam, yakni
pendok bunton,
blewehan,
slorok, dan
topengan.
Perabot
Dalam dunia perkerisan, asesoris bilah keris disebut
perabot keris. Perlengkapan atau asesoris itu meliputi
warangka atau sarung keris,
ukiran atau hulu keris,
mendak atau cincin keris,
selut atau pedongkok, dan
pendok atau logam pelapis warangka.
Ricikan
Adalah bagian-bagian atau komponen bilah keris atau tombak. Masing-masing
ricikan keris ada namanya. Dalam dunia perkerisan soal ricikan ini penting, karena sangat erat kaitannya dengan soal
dapur dan
tangguh keris.
Sebilah keris ber-
dapur Jalak Sangu Tumpeng tanda-tandanya adalah
berbilah lurus, memakai gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel
alis, dan tingil. Gandik polos, pejetan, sogokan rangkap, tikel alis,
dan tingil, adalah komponen keris yang disebut
ricikan.
Selut
Selut Surakarta njeruk keprok
seperti mendak, terbuat dari emas atau perak, bertatahkan permata.
Tetapi fungsi selut terbatas hanya sebagai hiasan yang menampilkan
kemewahan.
Dilihat dari bentuk dan ukurannya, selut terbagi menjadi dua jenis, yaitu
selut njeruk pecel yang ukurannya kecil, dan
selut njeruk keprok yang lebih besar.
Sebagai catatan; pada tahun 2001,
selut nyeruk keprok yang bermata berlian harganya dapat mencapai lebih dari Rp. 20 juta!
Karena dianggap terlalu menampilkan kemewahan, tidak setiap orang mau mengenakan keris dengan hiasan selut.
Tangguh
Tangguh arti harfiahnya adalah perkiraan atau taksiran. Dalam dunia
perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman pembuatan bilah keris,
perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena hanya
merupakan perkiraan, me-
nangguh keris bisa saja salah atau keliru. Kalau sebilah keris disebut tangguh Blambangan, padahal sebenarnya
tangguh Majapahit, orang akan memaklumi kekeliruan tersebut, karena bentuk keris dari kedua
tangguh itu memang mirip. Tetapi jika sebuah keris buatan baru di-
tangguh keris Jenggala, maka jelas ia bukan seorang ahli
tangguh yang baik.
Walaupun sebuah perkiraan, tidak sembarang orang bisa menentukan tangguh keris. Untuk itu ia perlu belajar dari seorang ahli
tangguh, dan mengamati secara cermat ribuan bilah keris. Ia juga harus memiliki
photographic memory yang kuat.
Mas Ngabehi Wirasoekadga, abdidalem Keraton Kasunanan Surakarta, dalam bukunya
Panangguhing Duwung (Sadubudi, Solo, 1955) membagi
tangguh keris menjadi 20
tangguh. Ia tidak menyebut tentang
tangguh Yogyakarta, melainkan
tangguh Ngenta-enta, yang terletak di dekat Yogya. Keduapuluh
tangguh itu adalah:
1. Pajajaran | 2. Tuban | 3. Madura | 4. Blambangan | 5. Majapahit |
6. Sedayu | 7. Jenu | 8. Tiris-dayu | 9. Setra-banyu | 10. Madiun |
11. Demak | 12. Kudus | 13. Cirebon | 14. Pajang | 15. Pajang |
16. Mataram | 17. Ngenta-enta,Yogyakarta | 18. Kartasura | 19. Surakarta | |
Keris Buda dan
tangguh kabudan, walaupun di kenal masyarakat secara luas, tidak dimasukan dalam buku buku yang memuat soal
tangguh. Mungkin, karena dapur keris yang di anggap masuk dalam
tangguh Kabudan dan hanya sedikit, hanya dua macam bentuk, yakni jalak buda dan betok buda.
Sementara itu Bambang Harsrinuksmo dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia,
Jakarta 2004) membagi periodisasi keris menjadi 22 tangguh, yaitu:
|
1. Tangguh Segaluh | 2. Tangguh Pajajaran |
3. Tangguh Kahuripan | 4. Tangguh Jenggala |
5. Tangguh Singasari | 6. Tangguh Majapahit |
7. Tangguh Madura | 8. Tangguh Blambangan |
9. Tangguh Sedayu | 10. Tangguh Tuban |
11. Tangguh Sendang | 12. Tangguh Pengging |
13. Tangguh Demak | 14. Tangguh Panjang |
15. Tangguh Madiun | 16. Tangguh Koripan |
17. Tangguh Mataram Senopaten | 18. Mataram Sultan Agung |
19. Mataram Amangkuratan | 20. Tangguh Cirebon |
21. Tangguh Surakarta | 22. Tangguh Yogyakarta |
Ada lagi sebuah periode keris yang amat mudah di-tangguh, yakni tangguh
Buda. Keris Buda mudah dikenali karena bilahnya selalu pendek, lebar,
tebal, dan berat. Yang sulit membedakannya adalah antara yang aseli dan
yang palsu.
Tanjeg
adalah perkiraan manfaat atau tuah keris, tombak, atau tosan aji
lainnya. Sebagian pecinta keris percaya bahwa keris memiliki 'isi' yang
disebut angsar. Kegunaan atau manfaat angsar keris ini banyak macamnya.
Ada yang menambah rasa percaya diri, ada yang membuat lebih luwes dalam
pergaulan, ada yang membuat nasihatnya di dengar orang. Untuk
mengetahui segala manfaat angsar itu, diperlukan ilmu
tanjeg. Dalam dunia perkerisan, ilmu tanjeg termasuk esoteri keris.
Tayuh
Merupakan perkiraan tentang cocok atau tidaknya, angsar sebilah keris
dengan (calon) pemiliknya. Sebelum memutuskan, apakah keris itu akan
dibeli (dibayar mas kawinnya), si peminat biasanya terlebih dulu akan
me-
tayuh atas keris itu. Tujuannya untuk mengetahui, apakah keris itu cocok atau berjodoh dengan dirinya.
Ukiran/Hulu
Kata ukiran dalam dunia perkerisan adalah gagang atau
hilt. Berbeda artinya dari kata 'ukiran' dalam bahasa Indonesia yang padanannya ialah
carved atau
engraved. Gagang keris di Bali disebut
danganan, di Madura disebut
landheyan, di Surakarta disebut
jejeran, di Yogyakarta disebut
deder. Sedangkan daerah lain di Indonesia dan Malaysia, Singapura, serta Brunei Darussalam disebut
hulu keris.
Javakeris memakai istilah
ukiran dan hulu keris mengingat semua daerah itu juga mengenal dan memahami arti kata
ukiran dalam perkerisan. Bentuk ukiran atau hulu keris di setiap daerah berbeda satu sama lain.
Di bawah ini adalah contoh bentuk hulu keris dari beberapa daerah.
Hulu